Sejarah

SEJARAH PENDIRIAN PESANTREN

Pesantren Persatuan Islam Tarogong pembentukannya mulai dirintis sejak tahun 1960an. Pada tahun 1960, H. Memen Abdurrahman (alm) membangun dan mewaqafkan Pesantren At-Taqwa di Rancabogo, Tarogong. Pesantren At-Taqwa tersebut sejatinya merupakan Pesantren Persatuan Islam pertama di Kabupaten Garut. Pesantren tersebut pertama kali dipimpin oleh Al-Ustadz Zainuddin Masjdiani (alm) yang dibantu oleh Al-Ustadz Sjihabuddin (alm) dan Al-Ustadzah Aminah Dahlan (almh).

Tahun 1965, Persatuan Islam cabang Garut mendirikan sebuah masjid di Jalan Guntur, Bentar, Garut Kota. Selain dipergunakan sebagai tempat ibadah dan pengajian, di masjid tersebut diselenggarakan pula kegiatan pendidikan Ibtidaiyyah (Madrasah Diniyah). Madrasah tersebut merupakan cikal-bakal Pesantren Persatuan Islam di Garut.

Tahun 1967, Persatuan Islam cabang Garut yang diprakarsai oleh Al-Ustadz Komaruddin AS (alm) dan Al-Ustadz Djamaluddin Ma’mun (alm) mendirikan sebuah bangunan, yang terdiri dari tiga ruang belajar. Bangunan tersebut selanjutnya dipergunakan sebagai Pesantren dengan membuka jenjang Tajhiziyyah dan Tsanawiyyah. Pesantren tersebut dipimpin oleh Al-Ustadz Sjihabuddin dan Al-Ustadzah Aminah Dahlan, yang kemudian bernama Pesantren Persatuan Islam Garut (sekarang menjadi Pesantren Persis 19 Bentar). Sementara itu Pesantren At-Taqwa di Rancabogo, setelah kepindahan Al-Ustadz Sjihabuddin ke Pesantren Persatuan Islam Garut di Bentar serta kepindahan Al-Ustadz Zainuddin ke Bandung, kegiatannya menyusut dan akhirnya terhenti.

Pesantren Persatuan Islam Garut terus berkembang, santrinya mulai berdatangan dari luar kota, dari tiga ruang yang ada, satu ruangan digunakan untuk pemondokan santri putri, satu ruangan untuk guru pembimbing dan satu ruangan untuk kelas. Pesantren kemudian membangun gedung tambahan baik untuk tempat belajar maupun pemondokan bagi para santrinya. Hingga tahun 1978 Pesantren telah memiliki 8 ruang belajar, 5 ruang pemondokan putri, satu bangunan untuk perumahan 2 orang guru pembimbing beserta fasilitas lainnya. Hingga tahun 1978 tersebut Pesantren telah menyelenggarakan pendidikan untuk tingkat Ibtidaiyah (Diniyyah), Tajhiziyah dan Tsanawiyyah dengan 677 orang santri termasuk 76 santri putri yang tinggal di pondok (asrama) serta 36 orang santri putra yang ditampung dirumah Al-Ustadz Sjihabuddin dan Al-ustadz Djamaluddin. Perkembangan Pesantren tersebut ternyata tidak diimbangi oleh pengembangan sarana fisik karena luas tanah yang terbatas.

Karena itu, pada tahun 1978, Al-Ustadz Sjihabuddin mengajukan permohonan kepada Pimpinan Cabang Persatuan Islam Garut untuk mengembangkan Pesantren ke Rancabogo, Tarogong. Tetapi permohonan tersebut tidak bisa dipenuhi oleh Pimpinan Cabang Persatuan Islam Garut. Maka kemudian Al-Ustadz Sjihabuddin berinisiatif mengajak beberapa asatidz, di antaranya Al-Ustadz Maman Nurzaman, Al-Ustadz Yusuf Hidayat, Al-Ustadz Sopandi & Al-Ustadz Abdul Majid, mengumpulkan uang pribadi mereka untuk uang muka pembelian sebidang tanah seluas ± 6.000 m2 di dekat lokasi Pesantren At-Taqwa Rancabogo. Kemudian dibantu oleh Muhammad Natsir, ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia/DDII (mantan Ketua Umum Persatuan Islam), mengajukan permohonan dana kepada pemerintah Saudi Arabia.

Alhamdulillah, berkat bantuan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 Persatuan Islam cabang Garut membangun sebuah kompleks pesantren di Rancabogo, Tarogong. Kemudian pada tanggal 2 Sya’ban 1400 (15 Juni 1980) kompleks pesantren tersebut diresmikan oleh Al-Ustadz KH. E. Abdurrahman (alm.) selaku Ketua Umum Pusat Pimpinan Persatuan Islam dan Mr. Mohammad Roem (alm.), mewakili Dewan Da’wah Islamiyyah Indonesia Pusat. Selanjutnya pesantren ini diberi nama Pesantren Persatuan Islam Garut II, yang diasuh oleh Al-Ustadz Sjihabuddin dan Al-Ustadzah Aminah Dahlan. Sedangkan Pesantren di Bentar, Garut Kota, diberi nama Pesantren Persatuan Islam Garut I yang dikelola oleh Al-Ustadz Djamaluddin Ma’mun dan Al-Ustadz Aceng Zakaria. Dengan demikian Pesantren At-Taqwa Rancabogo yang sebelumnya sempat terhenti dilanjutkan kembali sebagai perluasan dari Pesantren Persatuan Islam Garut.

Selanjutnya pada tahun 1983 lokasi Pesantren Persatuan Islam Garut II terpotong oleh pembangunan jalan. Oleh pemerintah tanahnya diganti dengan bangunan baru sebanyak tiga ruangan kelas (sekarang digunakan TK Persis berada di belakang masjid Ihyaul-Islam). Berdirinya dua Pesantren Persatuan Islam di Garut, membuat perkembangan dakwah Persatuan Islam pun semakin pesat. Ini terlihat dari dimekarkannya Persatuan Islam cabang Garut menjadi 4 cabang pada tahun 1984. Pesantren Persatuan Islam Garut I berada dalam wilayah Persatuan Islam cabang Garut Kota, sementara Pesantren Persatuan Islam Garut II berada dalam wilayah kelola Persatuan Islam cabang Tarogong. Sejak itu pesantren berubah nama menjadi Pesantren Persatuan Islam Tarogong.

 

 

Perkembangan Pesantren Persatuan Islam Tarogong

Ketika diresmikan tahun 1980 (1400 H), Pesantren memiliki tanah wakaf seluas 11.746 meter persegi serta bangunan seluas sekitar 2100 meter persegi. Terdiri dari 11 ruang belajar, 11 ruang pemondokan (asrama putri), kamar mandi, dapur umum, perumahan untuk asatidz, gudang dan fasilitas lainnya. Jumlah santri saat itu sebanyak 284 santri, termasuk 79 santri di antaranya yang tinggal di asrama, yang diasuh oleh 18 asatidz dan dibantu 5 orang karyawan. Jenjang pendidikan yang diselenggarakan sejak tahun 1980 meliputi Ibtidaiyah, Tajhiziyah, dan Tsanawiyah.

Dalam perkembangannya, minat dan kepercayaan masyarakat terhadap Pesantren semakin meningkat, santri yang belajar di Pesantren mulai berdatangan hampir dari seluruh Indonesia. Kondisi ini menuntut Pesantren untuk meningkatkan diri baik sarana dan fasilitas, maupun juga kualitas dan kuantitas pengasuhnya. Atas usaha Pesantren serta gotong royong masyarakat, Pesantren melakukan penambahan beberapa sarana di antaranya sebuah gedung bertingkat yang selesai dibangun pada tahun 1985, terdiri dari 9 ruang belajar dan satu ruang kantor, juga pada tahun 1987 dibangun masjid Ihyaul-Islam, yang kemudian diikuti dengan pembangunan asrama putra pada tahun 1989, bersebelahan dengan lokasi masjid Ihyaul-Islam.

Sampai dengan tahun 1990 (1410 H), atau dalam sepuluh tahun pertama, Pesantren mengalami perkembangan dan peningkatan yang cukup pesat. Selama sepuluh tahun tersebut, luas tanah wakaf berkembang menjadi dua kali lipat, sarana dan fasilitas meningkat hampir tiga kali lipat, jumlah asatidz dan karyawan pun meningkat lebih dari tiga kali lipat. Begitu pula Pesantren pun dapat mendidik dan menampung santri yatim piatu dan tidak mampu. Akan tetapi perkembangan tersebut tidak seimbang dengan peningkatan jumlah santri yang hampir lima kali lipat. Sejak dibuka jenjang Mu’allimin/Aliyah mulai tahun 1983, jumlah santri Pesantren semakin meningkat. Pada tahun 1990, mencapai 1.378 santri, dengan 531 santri di antaranya tinggal di asrama.

Selanjutnya pada tahun 1992 Pesantren membangun masjid khusus santri putri, yaitu masjid Al-Amanah, yang kemudian diikuti dengan pembangunan asrama putri yang rampung tahun 2000, bersebelahan dengan lokasi masjid Al-Amanah. Sejak itu, lokasi Pesantren terbagi menjadi komplek putra dan komplek putri, yang terpisah oleh jalan raya.

Pesantren terus mengembangkan diri dengan membuka berbagai jenjang pendidikan. Di antaranya dengan merintis pendirian program pendidikan anak usia dini dan mengembangkan program pendidikan dasar. Pada tahun 1992 didirikan Raudhatul Athfal/RA, kini menjadi Taman Kanak-Kanak/TK Persis Tarogong. Selanjutnya pada tahun 1998, di samping Madrasah Ibtidaiyah/Diniyah, didirikan pula Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), yang kini berkembang menjadi SDIT Persis Tarogong I dan SDIT Persis Tarogong II sejak tahun 2017.

Sejak tahun 1994, Pesantren dipimpin oleh Al-Ustadz Mohammad Iqbal Santoso sebagai Mudir ‘Am. Alhamdulillah berkat rahmat dan karunia Allah Swt. serta bantuan dan partisipasi masyarakat, hingga tahun 2017, Pesantren kini berdiri di atas tanah wakaf seluas 4 ha dengan jumlah santri sebanyak 3.710 santri, yang diasuh, dididik, dibimbing dan dilayani oleh 286 asatidz dan 85 karyawan.